Kamis, 30 Maret 2017

Pajak Berganda Internasional

2.1       DEFINISI  PAJAK BERGANDA
Sehubungan dengan pengertian pajak berganda (double taxation), Kneclitle dalam bukunya “Basic Problems in International Fiscal Law” (1979) membagi pengertian pajak berganda secara luas dan sempit. Pengertian secara luas,pajak berganda meliputi setiap bentuk pembebanan pajak dan pungutan lainnya lebih dari satu kali, yang dapat benganda (double taxation) atau lebih (multiple taxation) atas suatu fakta fiscal (subyek dan / atau obyek pajak).
Pengertian secara sempit,pajak berganda dianggap dapat terjadi pada semua kasus pemajakan beberapa kali terhadap suatu subyek dan/atau obyek pajak dalam satu administrasi pajak yang sama. Pengertian tersebut mengesampingkan pembebanan pajak oleh pemerintah daerah dabn bagian administratifnya yang diperoleh berdasarkan pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat. Pajak berganda tersebut dapat disebabkan oleh pemajakan oleh penguasa tunggal (singular power) atau oleh berbagai (lapisan) administrasi (plural power). Pemajakan ganda oleh administrator tunggal, misalnya dapat terjadi pada pemajakan terhadap bangunan atas nilai jualnya (pajak bumi dan bangunan ) dan penghasilannya (pajak penghasilan atas sewa atau keuntungan transfernya). Pajak berganda tersebut sering disebut pajak berganda ekonomis (economic double taxation). pemajakan ganda oleh berbagai administrator dapat terjadi secara vertikal (pemerintah pusat dan daerah), horizontal (antarpemerintah daerah), atau diagonal (pemerintah kota atau kabupaten dengan provinsi A, atau provinsi B).
Pajak berganda dalam arti luas, sesuai dengan Negara (yuridiksi) pemungut pajaknya, dapat dikelompokkan menjadi pajak berganda :
1.   Internal (domestic).
2.   Internasional.
Pajak berganda yuridis terjadi apabila atas penghasilan yang sama yang diterima oleh orang yang sama dikenakan pajak oleh lebih dari satu Negara, sedangkan pajak berganda ekonomis terjadi apabila dua orang yang berbeda (secara hukum) dikenakan pajak atas suatu penghasilan yang sama (atau identik).
Beberapa Unsur Pajak Berganda Internasional
Apabila pemajakan berganda (double atau multiple taxation) dilakukan oleh beberapa administrasi pajak (berdasarkan ketentuan pemajakan domestic dari tiap Negara) maka terdapat pajak berganda internasional (international double taxation). Secara teoritis dan normatif, istilah pajak berganda internasional (PBI) meliputi beberapa unsur :
1.   Pengenaan pajak oleh beberapa otoritas pemajakan atas beberapa criteria identitas
2.   Identitas subyek pajak (wajib pajak yang sama)
3.   Identitas obyek pajak (obyek yang sama )
4.   Identitas masa pajak
5.   Identitas (atau kesamaan ) pajak
Selaras dengan unsur-unsur tersebut, maka pajak berganda internasional dapat terjadi apabila beberapa Negara mengenakan pajak yang sama (sejens atau setara) terhadap satu wajib pajak atas obyek pajak yang saa untuk masa pajak yang sama pula.
Beberapa Tipe Pajak Berganda Internasional
Menurut Knechtle dalam buku Basic Problem In Internasional Fiskal Law, menyebutkan beberapa tipe PBI :
1.   Faktual dan potensial
2.   Yurisis dan ekonomis
3.   Langsung dan tak langsung
Sebagaimana diketahui bahwa PBI timbul karena adanya benturan (over lapping) klaim pemajakan oleh beberapa administrasi pajak sesuai dengan yurisdiksi pemajakan yang mereka miliki. Apabila klaim pemajakan tersebut benar-benar dilaksanakan oleh beberapa Negara pemegang yurisdiksi maka akan terjadi PBI faktual. PBI tersebut menyebabkan membesarnya beban pajak yabf ditanggung seandainya pemajakan hanya dilaksanakan oleh satu Negara saja. Namun apabila dari kedua atau lebih Negara pemegang klaim pajak, hanya satu Negara saja yang melaksanakan klaim pemajakan tersebut maka akan terjadi apa yang disebut PBI potensial. Berbeda dengan PBI faktual, PBI ini tidak akan menimbulkan membesarnya beban pajak karena pemajakan hanya dilaksanakan oleh satu Negara saja.
Sementara PBI yuridis terjadi apabila suatu penghasilan/modal yang sama dikenakan pajak di tangan orang (subyek) yang sama oleh lebih dari satu negara, PBI ekonomis timbul apabila dua orang yang (secara yuridis) berbeda dikanakan pajak atas suatu penghasilan (atau modal maupun obyek) yang sama (oleh lebih dari satu Negara).
Sementara dengan PBI, dalam Neumark Report dibuat pembedaan antara PBI langsung (direct international double taxation) dengan PBI tidak langsung (inderect international double taxation).  Aplikasi dua tau lebih ketentuan pajak dengan struktur yang sama atau berbeda atas satu fenomena pajak yang sama pada satu wajib pajak yang sama menimbulkan PBI langsung. Sedangkan PBI tidak langsung terjadi dari pemajakan atas satu hal yang sama (setara dengan PBI ekonomis).
Dampak Pajak Berganda
Secara ekonomis pajak merupakan pengorbanan sumberdaya (kemampuan ekonomis ) yang harus ditanggung oleh pengusaha (dan masyarakat). Pajak berganda sebagai akibat dari pemajakan oleh dua ketentuan pemajakan (dari dua negara) memeberikan tambahan beban ekonomis terhadap pengusaha. memberikan tambahan beban ekonomi terhadap pengusaha. Oleh karena itu tampak bahwa sudah merupakan kebutuhan internasional antarnegara untuk mengupayakan agar kebijakan perpajakannya bersifat netral terhadap kompetisi internasional. Netralitas tersebut dicapai dengan penyediaan keringanan atau eliminasi atas PBI.
2.2 PENYEBAB PAJAK BERGANDA INTERNASIONAL
PBI muncul apabila terdapat benturan yusdiksi pemajakan, baik yang melekat pada pemerintah pusat (Negara) maupun pemerintah daerah (propinsi, kota, kabupaten). Dengan dmikian, benturan yuridiksi pemajakan dalam format internasioal (overlapping of tax jurisdiction in the international sphere) penyebab PBI.
Beberapa Bentuk Pajak Berganda Internasional
1.   Pajak Penjualan
Walaupun hanya ditunjukan untuk pengenaan pajak atas peredaran dan konsumsi domestik,namun masih terdapat kemungkinan bahwa pajak penjualan (peredaran dan perambahan nilai) dapat menimbulkan PBI. Hal itu dapat terjadi apabila dalam prinsip pemajakan negara pengesporan menganut prinsip negara asal ( Eliminasi PBI dalam prinsip Negara tujuan dilakukan dengan penerapan tarif pajak 0% (dengan pengembalian) pada Negara pengekspor dan pengenaan pajak dengan tarif normal oleh Negara pengimpor. Dengan demikian tampak seolah-olah Negara pengekspor mengeliminasi hak pemajakannya (dengan memberlakukan tarif 0% dan restitusi atas pajak yang telah dibayar) dan mempersilahkan Negara pengimpor untuk mengenakan pajak sesuai dengan ketentuan domestiknya. Mekanisme ini sering disebut pendekatan penyesuaian lintas batas.
2.   Pajak Penghasilan
Dalam pajak penghasilan dikenal dua pendekatan perpajakan yaitu.
1.   Tidak terbatas atau penuh (worldwide, global, universal, unlimited taxliability); merupakan hasil dari pemajakan berdasarkan pertalian subjektif (subjective allegiance) yang dapat berupa nasionalitas atau tempat pendirian (untuk badan) dan residensi (tempat tinggal, tempat keberadaan atau tempat kedudukan).
2.   Terbatas (territorial, limited tax liability); merupakan hasil daripemajakan berdasarkan pertalian objektif (objective allegiance) yang dapat berupa lokasi aktivitas ekonomi dan sumber penghasilan
Sehubungan dengan pajak penghasilan, PBI dapat terjadi karena benturan antarklaim :
1.   Sesama pemajakan tak terbatas
2.   Pemajakan tak terbatas dengan pemajakan terbatas
3.   Sesama pemajakan terbatas.
Sehubungan dengan pajak penghasilan, pajak berganda internasional terjadi akibat adanya benturan antar klaim. Benturan antar klaim dalam pamajakan tak terbatas dapat terjadi antar Negara penganut prinsip:
1.   Nasionalitas; benturan nasionalis umumnya terjadi terhadap orang pribadiyang berada di Negara penganut tempat kelahiran (ius soli) dengan orang tua dari Negara penganut keturunan (ius sanguinis)
2.   Nasionalis dengan residensi; dapat terjadi baik pada wajib pajak pribadi maupun badan. Pada  orang pribadi terjadi apabila warga dari negara penganut prinsip nasionalis (misal USA) bertempat tinggal pada negara penganut prinsip residensi (indonesia). Untuk badan dapat terjadi apabila badan yang didirikan berdasarkan hukum penganut tempat pendirian namun bertempat kedudukan atau dikelola di negara penganut prinsip pemajakan residensi (tempat kedududkan atau manajemen).
3.   residensi; terjadi pada oarng pribadi yang mempunyai tempat tinggal di Negara penganut pemajakan berdasarkan asas domisili namun ia beradadalam waktu yang relative substansial di Negara penganut prinsipkehadiran substansial (misalnya 183hari). Untuk badan, benturan residensi terjadi apabila mempunyai tempat kedudukan statute (di satu Negara)yang berbeda dengan tempat manajemen (di Negara lain).
Benturan klaim pemajakan tak terbatas dengan pemajakan terbatas terjadi apabila subjek pajak yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di Negara penganut pemajakan global memperoleh penghasilan atau menjalankan aktivitas ekonomi di Negara penganut klaim pemajakan terbatas. Akhirnya apabila aktivitas ekonomi (di negara kedua, penganut klaim pemajakan tersebut) juga memperoleh penghasilan di Negara (ketiga) penganut klaim pemajakan terbatas, maka akan timbul pajak berganda internasional sebagai akibat benturan kalim pemajakan terbatas , maka akan timbul pajak berganda internasional. sebagai akibat benturan klaim pamajakan terbatas (Negara kedua dan ketiga).

3.Ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan
 Dalam ketentuan pemajakannya, sesuai dengan kelaziman internasional UU PPh menganut pertalian pajak subjektif dan objektif. Pertalian subjektif orang pribadi ditentukan berdasarkan :
  1. tempat tinggal (di Iindonesia ).
  2. kehadiran / keberadaan (di Indonesia, untuk lebih dari 183 hari).
  3. atau niat untuk bertempat tinggal di indonesia.
Sementara itu, pertalian subjektif badan ditentukan berdasarkan :
  1. tempat pendirian (nasionalitas).
  2. Tempat kedudukan.
Dalam cakupan geografis pemajakannya, wajib pajak yang mempunyai pertalian subjektif dengan indonesia (WPDN) dikenakan pajak per basis global (pemajakan penuh). Di pihak lain pertalian pajak objektif orang pribadi dan badan WPLN ditentukan berdasarkan (1) tempat aktivitas ekonomi (BUT) di indonesia, atau (2) sumber penghasilan (berada di indonesia). WPLN, baik yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di indonesia maupun yang (hanya) menerima penghasilan dari sumber di indonesia, dikenakan pajak per basis teritorial (pemajakan terbatas) yang terbatas atas penghasilan yang diperoleh dari wilayah indonesia.
2.3 PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA INTERNASIONAL

a.   Beberapa Pendekatan
Menyadari bahwa tambahan beban pajak yang dapat menjurus ke over taxation berpotensi menghambat mobilitas dan laju bisnis, perdagangan, investasi, sumber daya, barang dan jasa serta ekonomi global, maka dunia perpajakan internasional mencoba melakukan beberapa pendekatan untuk memperingan atau mengeliminasi PIB. Beberapa pendekatan, adalah :
1.   Unilateral (sepihak)
setiap Negara yang mengenakan pajak atas penghasilan luar negeri yang diperoleh atau diterima WPDNnya ialah dengan mencantumkan ketentuan penghindaran PBI dalam undang-undang domestiknya. Misalnya dengan memberlakukan pemajakan teritorial (membebaskan pemajakan atas penghasilan luar negeri), atau mengecualikan penghasilan luar negeri dari WPDN pada umumnya memberikan keringanan atas pajak dimaksud.
2.   Bilateral (antardua negara)
Kedua negara terkait memberikan keringanan PBI berdasarkan kesepakatan (persetujuan) antara kedua negara pemegang yuridiksi pemajakan. Kesepakatan tersebut pada umumnya dirumuskan dalam suatu bentuk perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) yang ditandatangani oleh pemerintah kedua negara. (walaupun dalam praktik dapat terjadi penandatangan P3B adalah lembaga swasta , misalnya P3B Indonesia – Taiwan yang ditandatangani oleh KADIN).
3.   Multilateral (beberapa negara secara serempak)
Melibatkan lebih dari dua negara. Secara regional (misalnya negar-negara skandinavia), negara yang berada dalam satu kawasan dapat menutup P3B secara bersama-sama. Karena merupakan kesepakatan bersama, pemberian keringanan P3B dapat lebih bersifat harmonisasi (atau malahan unifikasi) ketentuan perpajakan masing-masing negara terkait.
  1. Beberapa metode penghindaran pajak berganda
Secara tradisional terdapat beberapa metode penghindaran pajak berganda internasional, diantaranya:
a.    Pembebasan (exemption) / pengecualian (exclusion)
Metode ini berupaya untuk sepenuhnya mengeliminasi pajak berganda internasional. Metode ini menghendaki suatu negara pemegang yuridiksi pemajakan sekunder (domisili) untuk dengan rela melepaskan hak pemajakaannya sepertinya mengakui pemajakan eksklusif di negara lain ( negara sumber ). Pembebasan eksemsi meliputi pembebasan:

1.   Subjek (subject exemption).
Umunya diberlakukan terhadap anggota korps diplomatik, konsuler dan organisasi internasional. Para duta besar, anggta korps diplomatik dan konsuler, yang sesuai dengan hukum internasional mendapat privelege pemajakan. Mereka hanya dikenakan pajak oleh Negara pengirimnya saja (sending state). Ketentuan pemberian privelege (hak istimewa) tersebut diikuti oleh (hampir) semua Negara secara universal.

2.   Objek (object, income exemption).
Lebih dikenal dengan full exemtion without progression, diberikan dengan mengeluarkan penghasilan luar negeri dari basis pemajakan wajib pajak dalam negeri Negara tersebut. Kalau misalkan seorang wajib pajak dalam negeri memperoleh penghasilan domestik sebesar RP 100 Miliar dan penghasilan luar negeri sebesar RP 50 Miliar, maka dalam basis pemajakan negara residen hanya dihitung penghasilan kena pajak sebesar RP 100 miliar. Dengan demikian, penghasilan luar negeri dikenakan pajak secara eksklusif di Negara sumber.

3.   Pajak (tax exemption).
Dikenal dengan exemption with progression. Dalam metode ini ada prinsipnya penghasilan luar negeri dibebaskan dari pajak domestik, namun untuk keperluan perhitungan pajak  dan penerapan tarif pajak pengaruh progresi penghasilan luar negeri terhadap pengenaan pajak atas penghasilan global dipertahankan. Apabila negara residen memberlakukan tarif sepadan (proporsional/flat), maka pengaruh progresi tersebut adalah nihil. Progresi akan berpengaruh positif atau menguntungkan wajib pajak apabila penghasilan luar negeri negatif (rugi), karena kerugian tersebut dapat merupakan pengurang basis perhitungan pajak atas penghasilan global.
Kalau, misalnya,wajib pajak A yang bertempat kedudukan di negara P yang mengenakan pajak penghasilan dengan tarif 25 % mendapat penghasilan dari negara Q sebesar 100 yang telah dikenakan pajak sebesar 30%, sedangkan peghasilan domestik adalah sebesar 200, pajak terutang dihitung sebagai berikut :
         
Penghasilan domestik                        200
Penghasilan luar negeri                      100   +
Penghasilan global                             300
Pajak terutang 25%                           75
Eksemsi pajak
100 X 75 =                                        25
300
Pajak kurang dibayar                         50

Dalam contoh tersebut, jumlah pajak kurang bayar dibayar (tanpa memperhatikan pembayaran dan potongan / pungutan pendahuluan) adalah sebesar 50 atau 25% dari penghasilan domestik. Berapa jumlah pajak yang dibayar di luar negeri, dalam metode eksemsi pajak,kurang relevan karna pemberian pembebasan pajak atas penghasilan luar negeri selalu dihitung dengan menunjuk pada tarif domestik (25%) walaupun wajib pajak sudah membayar lebih banyak (30%) atau kurang (misalnya 20%). Dalam pendekatan eksemsi pajak, atas penghasilan luar negeri. Kalu, misalnya, dari operasi di negara Q tersebur diperoleh kerugian sebesar 50 maka perhitungan pajaknya adalah sebagai berikut :
         
          Penghasilan domestik                        200
          Kerugian luar negeri                           (50)
          Penghasilan global                              150
          Pajak terutang/kurang bayar
                                      25% x 150  =       37,50

Dalam sistem pajak penghasilan global, berbeda dengan pendekatan eksemsi objek, sebagai sisi lain (konsejuensi) dari progresi penghasilan positif luar negeri atas penghasilan dalam negeri pendekatan eksemsi pajak mengurungkan kerugian luar negeri pada penghasilan domestik untuk menghitung penghasilan global. Dengan demikian, apabila kegiatan di luar negeri mendapat kerugian, sebagai konsekuensi dari sistem pemajakan global, kerugian tersebut sepertinya dapat mengurangi penghasilan kena pajak domestik. Namun, secara berkesinambungan pengurangan tersebut harus dipulihkan/diganti kembali pada periode berikutnya apabila diperoleh laba. Kalau, dalam contoh tersebut, pada tahun berikutnya dari operasi di negara Q didapat laba 150, di samping laba domestik 250, maka prhitungan pajak terutangnya adalah sebagai berikut :
         
          Penghasilan domestik                        250
          Penghasilan luar negeri                      150   +
          Penghasilan global                             400
          Pajak terutang
25% x 400                                       100
Eksemsi pajak
Penghasilan luar negeri                      150
Perhitungan rugi tahun lalu                 50
          Basis perhutungan eksemsi              100
          Eksemsi pajak
          100 x 100 =                                     25
          400
          Pajak harus dibayar                           75

pajak harus dibayar sebesar 75 tersebut adalah sama dengan 25% dari penghasilan domestik 250 dita,bah dengan penghasilan luar negeri sebagai  “pemulihan” kerugian (loss recaptured) tahun lalu 50. Sehingga dengan demikian jumlah penghasilan kena pajak efektif selama 2 tahun adalah 550 (200 – 50 + 250 + 150), atau kalau dihitung berdasar sumbernya adalah 200 + 250 + 150 – 50.

c.Kredit pajak
Berbeda dengan metode eksemsi (yang mengeliminasi penghasilan luar negeridari basis pengenaan atau pemajakan dengan memperhitungkan penghasilan terhadap penghasilan income against income), metode kredit member keringanan atau eliminasi pajak berganda internasional dengan cara mengkreditkan(mengurangkan) pajak luar negeri terhadap pajak penghasilan global yang merupakan porsi penghasilan luar negeri (tax against tax). Sementara metode eksemsi mengasumsikan bahwa residen yang melakukan investasi atau bisnis maupun kegiatan di luar negara hanya dikenakan pajak di negara lokasi tempat mengimpor modal, bisnis atau kegiatan ( capital-import neutrality), metode kredit mengasumsi bahwaresiden dimaksud (mengekspor modal , bisnis dan kegiatan ) harus diperlakukan sama dengan yang melakukan hal serupa di dalam negeri (capital-eksport neutrality).
Berbagai varian dari metode dari kredit adalah (1) kredit penuh (full credit), (2) kredit terbatas (ordinary atau normal credit), (3) kredit fiktif (matching atau sparing credit).
  1. Metode kredit pajak penuh, mengurangkan pajak yang terutang atau dibayar diluar negeri sepenuhnya terhadap jarak domestik yang dialokasikan atas penghasilan dimaksud. Misalnya wajib pajak A, yang bertempat kedudukan di negara K yang mengenakan pajak dengan tarif 25% sebagai tambahan dari penghasilan domestik sebesar 200, mendapat penghasilan dari negara L yang dibayar A adalah 20.dalam menghitung pajak atas penghasilan global (300) di negara K, pajak sebesar 20 tersebut dikreditkan sepenuhnya terhadap pajak global (75). Dalam hal ini, karena tarif pajak negara K adalah lebih tinggi (25) dari negara L (20%) maka atas penghasilan negara K adalah lebih tinggi (25) dari negara L (20%) maka atas penghasilan dari negara L tersebut A masih harus membayar pajak lagi (sebagai tambahan ) sebesar 5 (5% x 100). Namun sebaliknya apabila L mengenakan pajak sebesar 35% maka akan dikreditkan sebanyak 35.
  2. Metode kredit pajak biasa memberikan keringanan pajak berganda internasional yang berupa pengurangan pajak luar negeri atas pajak nasional yang dialokasikan pada penghasilan luar negeri dengan batasan jumlah yang terendah antara (1) pajak domestik yang dialokasikan kepada penghasilan luar negeri (batas teoritis), (2) pajak yang sebenarnya terutang atau dibayar diluar negeri (batasan faktual) atas penghasilan dimaksud yang termasuk dalam penghasilan global. Kembali pada contoh kredit penuh pajak dimuka , apabila tarif pajak di negara L adalah 20% maka jumlah pajak sebesar 20 dimaksud dapat di kreditkan semuanya karena batasan maksimal 25  (25% x100) lebih tinggi dari batasan faktual (20). Sebaliknya, dalam kasus tarif pajak di negara L adalah 35% pajak luar negeri yang dapat dikreditkan adalah sebesar batas kredit maksimal, yaitu 25 (walaupun yang sebenarnya dibayar adalah 35)
Sebagai contoh, wajib pajak A yang bertempat kedudukan di negara K dengan tarif progresif  (10% atas penghasilan sebesar 50 pertama , 20% atas penghasilan sebesar 100  berikutnya, dan 30 % atas penghasilan selebihnya) pada suatu tahun mendapat kerugian sebesar 50 dari negara L ( yang memungut pajak sebesar 25%), sementara itu dari kegiatan domestik diperoleh laba 200. Dari data tersebut, maka pajak terutang dari A dihitung berdasarkan penghasilan global sebesar 150 (200 dikurangi dengan kerugian mancanegara 50). Pada tahun berikutnya diperoleh laba 100 dari operasi di negara L dan operasi domestik memperoleh penghasilan 250. Apabila negara K memberikan kredit pajak secara proporsional maka pajak A yang terutang pada tahun tersebut dihitung sebagai berikut :

     Penghasilan domestik                                  250
     Penghasilan luar negeri                               100  +
     Penghasilan global                                                350
     Pajak terutang :
     10% x 50    =   5
     20% x 100  =  20
     30% x 200 =  60
                            85
     Kredit pajak luar negeri :
     Penghasilan luar negeri                               100
     Kerugian tahun lalu                  50
                                                     50
     Kredit pajak maksimal
     50/350 x 85 = 12
     Pajak luar negeri yang dibayar
     50 x 25%    =  12,5
     Kredit pajak yang diperkenankan                          12
     Pajak harus dibayar                                               73

dari contoh tersebut tampak baha pajak di negara L sebesar 0,5 (12,5 – 12) merupakan kelebihan pajak luar negeri (exces foreign tax) yang nerdasarkan ketentuan domestik mungkin dapat di perhitungkan pada pajak tahun mendatang (carry forward) atau dengan pajak tahun sebelumnya ( carry backward) atau dikurangkan pada penghasilan kena pajak. Sehubungan dengan kelebihan pajak luar negeri tersebut, terdapat juga beberapa negara yang tidak memperbolehkan perhitungan dengan pajak tahun mendatang atau tahun lalu maupun pengurangan ke penghasilan (misalnya, indonesia)
apabila penghasilan luar negeri diperoleh dari beberapa negara, maka kredit pajak dapat dihitung secara bergabung (overall) atau tiap negara (per country ). Pemberian kredit bergabung (overall) lebih menguntungkan wajib pajak dengan di perbolehkannya kompensasi antaraa (1) penghasilan positif dengan negatif, dan (2) tarif tinggi dengan tarif rendah (sebelum dihitung jumlah maksimum pajak yang dapat dikreditkan). Misalnya, wajib pajak C yang bertempat kedudukan di negara T (yang mengenakan pajak sebesar 25%), selain penghasilan domestik sebesar 200, memperoleh penghasilan sebesar 100 dari negara U (dengan tarif pajak 15%) dan sebesar 150 dari negara V (dengan tarif pajak 30%). Penghitungan kredit pajak ddengan basis gabungan (over all basis) tampak sebagai berikut :
          penghasilan domestik                        200
          penghasilan luar negeri (100+150)    250  
          penghasilan global                                       450
          pajak terutang
           25% x 450                                                 112,5
          Kredit pajak luar negeri:
          Jumlah maksimal
                    250 / 450 x 112,5 :                 62,5
                    Jumlah yang sebenarnya dibayar
                   Negara U = 15
                  
Negara V = 45 +
                  60
                   Jumlah pajak yang dapat dikreditkan 60
                   Pajak harus dibayar                            52,5
          Sementara itu, apabila kredit pajak dihitung per negara tampak sebagai berikut :
          Penghasilan global                                                          450
          Pajak terutang                                                       112,5
          Kredit pajak luar negeri :
-      Negara U
          Maksimal kredit : 100 / 450 x 112,5  = 25
          Pajak yang dibayar                             = 15
          Pajak yang dapat dikreditkan             = 15
-      Negara V
Maksimal kredit : 150 / 450 x 112,5  = 37,5
Pajak yang dibayar                             = 45
Pajak yang dapat dikreditkan             = 37,5
jumlah pajak yang dapat dikreditkan                     52,5
pajak harus dibayar                                               60

Dari kedua perhitungan tersebut, tampak bahwa, sementara pajak harus dibayar pada metode gabungan sebesar 52,5, pada metode gabungan sebesar 52,5, pada metode per negara menunjukan jumlah lebih besar 7,5. Dengan demikian, dari segi budget (penerimaan negara), metode kredit pajak biasa per negara dapat memberikan peneriman yang lebih banyak dari metode gabungan karena adanya eliminasi kompensasi penghasilan dan tarif (horizontal). Amun, apabila, misalnya, dari operasi di negara U diperoleh kerugian maka wajib pajak akan merasa diuntungkan dengan batasan per negara karena pegkreditan pajak dari negara V tidak terhalang oleh kerugian dari negara U.
Apabila penghasilan dari luar negeri diperoleh dari beberapa sumber, batasan dapat ditentukan per sumber (source-limitation). Selanjutnya,seperti yang berlaku di Amerika Serikat, terdapat gabungan dari metode dalam satu metode keranjang (basket-limitation) yang merupakan kombinasi antara metode overall dan sumber dengan memperhatikan kategori penghasilan dan tarif pajak yang berlaku di negara luar tempat sumber penghasilan.
Sehubung dngan penghasilan dari anak perusahaan luar negeri, yang berupa dividen, selain kredit atas pajak dari deviden (kredit langsung: direct tax credit)  dapat pula diberikan kredit atas pajak dari laba anak perusahaan yang terkait dengan dividen tersebut (inddirect tax credit). Misalnya, badan A yang bertempat kedudukan di negara P ( dengan tarif pajak 25%) selain memperoleh penghasilan domestik 200 juga menerima dividen dari badan B yang bertempat kedudukan di negara Q (dengan tarif pajak badan 20% dan potongan pajak deviden 10%) dari laba setelah pajak sebesar 80. Perhitungan pajak terutang tampak sebagai berikut :

          Penghasilan domestik                                                     200
          Penghasilan luar negeri :
                   Deviden neto                            36
                   Potongan pajak                         4
                                                                   40
          Alokasi pph badan 40 / 80 x 20          10
          Penghasilan luar negeri bruto             50
          Penghasilaan global                                                        250
          Pajak terutang (25%)                        62,5
Kredit pajak luar negeri:
Jumlah maksimal 50 / 250 x 62,5:               12,5
Jumlah yang dibayar
          Pph badan                                          10
          Potongan atas deviden                       4
                                                                   14
Jumlah dikreditkan                                                                   12,5
Pajak harus dibayar                                                                  50

Dalam contoh tersebut, indirect-foreign tax credit sebesar 10 langsung digross-up dengan penghasilan dividen sebesar 40 (bruto) dan memberikan angka penghasilan sebesar 50. Penghasilan tersebut merupakan separuh dari penghasilan kena pajak badan luar negeri dimaksud.
  1. Metode kredit pajak fiktif diberikan oleh negara tempat kedudukan investor terhadap pajak yang seharusnya dikenankan oleh negara sumber apabila seandainya negara sumber tersebut tidak membebaskan pajak dimaksud berdasarkan ketentuan untuk merangsang perbaikan iklim investasi. Misalnya, negara Q sesuai dengan ketentuan domestik berhak memotong pajak atas dividen sebesar 15%. Berdasarkan ketentuan penanaman modal negara Q membebaskan pajak atas dividen tersebut. Karena tidak ada pajak dividen yang dibayar di negara Q, maka negara tempat kedudukan investor sesuai dengan ketentuan umum domestiknya tidak dapat memberikan kredit pajak atas pajak yang dibaayar di luar negeri kepada investor WPDN dimaksud. Akibatnya ialah bahwa walaupun investor tersebut tidak dikenakan pajak oleh negara sumber (Q) namun ia tetap harus membayar (sejumlah yang sama ) pada negara tempat kedudukan .
  1. Metode lainnya
Beberapa metode yang dikaitkan dengan pajak antara lain (1) pembagian pajak (tax sharing) antara negara domisili dan sumber , (2) pembagian hak pemajakan (division of taxing power) dengan penentuan tarif pajak maksimum atas penghasilan yang diperoleh WPLN yang dapat dipungut oleh negara sumber, (3) keringanan tarif (reductio of the rate) terhadap pengahasilan luar negeri yang harus diberikan oleh negara domisili, (4) pengurangan pajak (reduction pf the tax ) dengan suatu jumlah tertentu (persentase) dari penghasilan luar negeri, dan (5) pemajakan dengan jumlah tetap (lumpsum atau forfait taxation).
sementara itu, beberapa metode keringanan PBI yang dihubungkan dengan penghasilan termasuk (1) klasifikasi (atribusi, divisi, atau distribusi) penghasilan sesuai dengan kategori tertentu untuk menentukan pemajakan antara negara sumbr dan domisili, (2) pengurangan pajak luar negeri dari penghasilan kena pajak dan (3) pengurangan penghasilan luar negeri dengan suatu jumlah tertentu.
2.4 IMPLIKASI PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
 Pemberian keringan dalam bentuk pembebasan , baik objek maupun pajak, dapat dieliminasi secara tuntas PBI pemajakan hanyaa dilakuka oleh satu negara saja,yaitu dnegara sumber. Dalam rangka meningkatkan penerimaan ajak dari penghasilan mancanegara , negara domisili dapat menerapkan kebijakan pengurangan pajak atas penghaasilan luar negeri atau keringanan tarif pajak. Pengurangan pajak luar negeri atas penghasilan luar negeri di dasarkan atas pendekatan netralitas penerimaan karena brapapun tarif pajak di negara sumber, negara domisili tetap memperoleh bagian penerimaan sepenuhnya sebesar tarif domestik dari penghasilan luar negeri setelah pajak. Pendekatan tax deduction dengan memberikan penguraangan pajak pada penghasilan memberikan pembagian penerimaan antara negara domisili dengan WPDN (investor ) dengan proporsi yang sama sebesar tarif pajak.

Metode pengurangan tarif pajak memberikan keringanan PBI hanya dengan memberlakukan tarif pajak yang lebih rendah dari tarif pajak atas penghasilan domestik kepada penghasila luar negeri yang telah dikenakan pajak di negara sumber. Kalau misalnya atas penghasilan domestik dikenakan pajak se besar 25% atas penghasilan luar negeri dapat dikenakan pajak dengan tarif 10%. Kedua metode tersebut dapat menghambat minat investasi ke mancanegara terutama apabila beban pajak di sana sudah cukup tinggi. Namun hal demikian secara statuter tidak akan mengurangi niat baik negara sumber untuk memberikan keringanan pajak dalam rangka ,emarik investasi.