2.1 DEFINISI PAJAK BERGANDA
Sehubungan dengan pengertian pajak berganda (double taxation), Kneclitle dalam bukunya “Basic Problems in International Fiscal Law”
(1979) membagi pengertian pajak berganda secara luas dan sempit. Pengertian secara luas,pajak berganda meliputi
setiap bentuk pembebanan pajak dan pungutan lainnya lebih dari satu kali, yang
dapat benganda (double taxation) atau
lebih (multiple taxation) atas suatu
fakta fiscal (subyek dan / atau obyek pajak).
Pengertian secara sempit,pajak berganda dianggap dapat
terjadi pada semua kasus pemajakan beberapa kali terhadap suatu subyek dan/atau
obyek pajak dalam satu administrasi pajak yang sama. Pengertian
tersebut mengesampingkan pembebanan pajak oleh pemerintah daerah dabn bagian
administratifnya yang diperoleh berdasarkan pelimpahan wewenang dari pemerintah
pusat. Pajak berganda tersebut dapat disebabkan oleh pemajakan oleh penguasa
tunggal (singular power) atau oleh
berbagai (lapisan) administrasi (plural
power). Pemajakan ganda oleh administrator tunggal, misalnya dapat terjadi
pada pemajakan terhadap bangunan atas nilai jualnya (pajak bumi dan bangunan ) dan penghasilannya (pajak penghasilan
atas sewa atau keuntungan transfernya). Pajak berganda tersebut sering disebut
pajak berganda ekonomis (economic double
taxation). pemajakan ganda oleh berbagai administrator dapat terjadi secara
vertikal (pemerintah pusat dan daerah), horizontal (antarpemerintah daerah),
atau diagonal (pemerintah kota atau kabupaten dengan provinsi A, atau provinsi
B).
Pajak berganda dalam arti luas, sesuai dengan Negara
(yuridiksi) pemungut pajaknya, dapat dikelompokkan menjadi pajak berganda :
1.
Internal
(domestic).
2. Internasional.
Pajak
berganda yuridis terjadi apabila atas penghasilan yang sama yang diterima oleh
orang yang sama dikenakan pajak oleh lebih dari satu Negara, sedangkan pajak
berganda ekonomis terjadi apabila dua orang yang berbeda (secara hukum)
dikenakan pajak atas suatu penghasilan yang sama (atau identik).
Beberapa Unsur Pajak Berganda
Internasional
Apabila
pemajakan berganda (double atau multiple
taxation) dilakukan oleh beberapa administrasi pajak (berdasarkan ketentuan
pemajakan domestic dari tiap Negara) maka terdapat pajak berganda internasional (international double taxation). Secara teoritis dan
normatif,
istilah pajak berganda internasional (“PBI”) meliputi beberapa unsur
:
1. Pengenaan pajak oleh beberapa
otoritas pemajakan atas beberapa criteria identitas
2. Identitas subyek pajak (wajib pajak
yang sama)
3. Identitas obyek pajak (obyek yang
sama )
4. Identitas masa pajak
5. Identitas (atau kesamaan ) pajak
Selaras
dengan unsur-unsur tersebut, maka pajak berganda internasional dapat terjadi
apabila beberapa Negara mengenakan pajak yang sama (sejens atau setara)
terhadap satu wajib pajak atas obyek pajak yang saa untuk masa pajak yang sama
pula.
Beberapa Tipe Pajak Berganda
Internasional
Menurut
Knechtle dalam buku Basic Problem In
Internasional Fiskal Law, menyebutkan beberapa tipe PBI :
1. Faktual dan potensial
2. Yurisis dan ekonomis
3. Langsung dan tak langsung
Sebagaimana diketahui bahwa PBI timbul karena adanya benturan (over lapping) klaim pemajakan oleh beberapa
administrasi pajak sesuai dengan yurisdiksi pemajakan yang mereka miliki.
Apabila klaim pemajakan tersebut benar-benar dilaksanakan oleh beberapa Negara
pemegang yurisdiksi maka akan terjadi PBI faktual. PBI tersebut
menyebabkan membesarnya beban pajak yabf ditanggung seandainya pemajakan hanya
dilaksanakan oleh satu Negara saja. Namun apabila dari kedua atau lebih Negara
pemegang klaim pajak, hanya satu Negara saja yang melaksanakan klaim pemajakan
tersebut maka akan terjadi apa yang disebut PBI potensial. Berbeda dengan PBI
faktual, PBI ini tidak akan menimbulkan membesarnya beban pajak karena
pemajakan hanya dilaksanakan oleh satu Negara saja.
Sementara
PBI yuridis terjadi apabila suatu penghasilan/modal yang sama dikenakan pajak
di tangan orang (subyek) yang sama oleh lebih dari satu negara,
PBI ekonomis timbul apabila dua orang yang (secara yuridis) berbeda dikanakan
pajak atas suatu penghasilan (atau modal maupun obyek) yang sama (oleh lebih
dari satu Negara).
Sementara dengan PBI, dalam Neumark
Report dibuat pembedaan antara PBI langsung (direct international double taxation) dengan PBI tidak langsung (inderect international double taxation). Aplikasi dua tau lebih ketentuan pajak dengan
struktur yang sama atau berbeda atas satu fenomena pajak yang sama pada satu
wajib pajak yang sama menimbulkan PBI langsung. Sedangkan PBI tidak langsung terjadi dari
pemajakan atas satu hal yang sama (setara dengan PBI ekonomis).
Dampak
Pajak Berganda
Secara ekonomis pajak merupakan pengorbanan sumberdaya (kemampuan ekonomis
) yang harus ditanggung oleh pengusaha (dan masyarakat). Pajak berganda
sebagai akibat dari pemajakan oleh dua ketentuan pemajakan (dari dua negara)
memeberikan tambahan beban ekonomis terhadap pengusaha. memberikan tambahan beban
ekonomi terhadap pengusaha. Oleh karena itu tampak bahwa sudah merupakan kebutuhan
internasional antarnegara untuk
mengupayakan agar kebijakan perpajakannya bersifat netral terhadap kompetisi
internasional. Netralitas tersebut dicapai dengan penyediaan keringanan atau
eliminasi atas PBI.
2.2 PENYEBAB PAJAK BERGANDA
INTERNASIONAL
PBI
muncul apabila terdapat benturan yusdiksi pemajakan, baik yang melekat pada
pemerintah pusat (Negara) maupun pemerintah daerah (propinsi, kota, kabupaten).
Dengan
dmikian, benturan yuridiksi pemajakan dalam format internasioal (overlapping of tax jurisdiction in the
international sphere) penyebab PBI.
Beberapa Bentuk Pajak Berganda
Internasional
1. Pajak
Penjualan
Walaupun hanya ditunjukan untuk
pengenaan pajak atas peredaran dan konsumsi domestik,namun masih terdapat
kemungkinan bahwa pajak penjualan (peredaran dan perambahan nilai) dapat
menimbulkan PBI. Hal itu dapat terjadi apabila dalam prinsip pemajakan negara
pengesporan menganut prinsip negara asal ( Eliminasi PBI dalam prinsip Negara
tujuan dilakukan dengan penerapan tarif pajak 0% (dengan pengembalian) pada
Negara pengekspor dan pengenaan pajak dengan tarif normal oleh Negara
pengimpor. Dengan demikian tampak seolah-olah Negara pengekspor mengeliminasi
hak pemajakannya (dengan memberlakukan tarif 0% dan restitusi atas pajak yang
telah dibayar) dan mempersilahkan Negara pengimpor untuk mengenakan pajak sesuai
dengan ketentuan domestiknya. Mekanisme ini sering disebut pendekatan penyesuaian
lintas batas.
2. Pajak
Penghasilan
Dalam pajak penghasilan dikenal dua
pendekatan perpajakan yaitu.
1. Tidak terbatas atau penuh
(worldwide, global, universal, unlimited taxliability); merupakan hasil dari
pemajakan berdasarkan pertalian subjektif (subjective allegiance) yang dapat
berupa nasionalitas atau tempat pendirian (untuk badan)
dan residensi (tempat tinggal, tempat keberadaan atau tempat
kedudukan).
2. Terbatas (territorial, limited tax
liability); merupakan hasil
daripemajakan berdasarkan pertalian objektif (objective allegiance) yang dapat berupa
lokasi aktivitas ekonomi dan sumber penghasilan
Sehubungan
dengan pajak penghasilan, PBI dapat terjadi karena benturan antarklaim :
1.
Sesama
pemajakan tak terbatas
2.
Pemajakan
tak terbatas dengan pemajakan terbatas
3.
Sesama
pemajakan terbatas.
Sehubungan
dengan pajak penghasilan, pajak berganda internasional terjadi akibat adanya
benturan antar klaim. Benturan antar klaim dalam pamajakan tak terbatas
dapat terjadi antar Negara penganut prinsip:
1.
Nasionalitas;
benturan nasionalis umumnya terjadi terhadap orang pribadiyang berada
di Negara penganut tempat kelahiran (ius soli) dengan orang tua dari Negara
penganut keturunan (ius sanguinis)
2.
Nasionalis
dengan residensi; dapat terjadi baik pada wajib pajak pribadi maupun badan.
Pada orang pribadi terjadi apabila warga
dari negara penganut prinsip nasionalis (misal USA) bertempat tinggal pada
negara penganut prinsip residensi (indonesia). Untuk badan dapat terjadi
apabila badan yang didirikan berdasarkan hukum penganut tempat pendirian namun
bertempat kedudukan atau dikelola di negara penganut prinsip pemajakan
residensi (tempat kedududkan atau manajemen).
3.
residensi;
terjadi pada oarng pribadi yang mempunyai tempat tinggal
di Negara penganut pemajakan berdasarkan asas domisili namun ia beradadalam
waktu yang relative substansial di Negara penganut prinsipkehadiran substansial
(misalnya 183hari). Untuk badan, benturan residensi terjadi apabila mempunyai
tempat kedudukan statute (di satu Negara)yang berbeda dengan tempat manajemen
(di Negara lain).
Benturan klaim pemajakan tak terbatas dengan pemajakan
terbatas terjadi apabila subjek pajak yang bertempat tinggal atau bertempat
kedudukan di Negara penganut pemajakan global memperoleh penghasilan atau
menjalankan aktivitas ekonomi di Negara penganut klaim pemajakan terbatas.
Akhirnya apabila aktivitas ekonomi (di negara kedua, penganut klaim pemajakan
tersebut) juga memperoleh penghasilan di Negara (ketiga) penganut klaim
pemajakan terbatas, maka akan timbul pajak berganda internasional sebagai
akibat benturan kalim pemajakan terbatas , maka akan timbul pajak berganda
internasional.
sebagai akibat benturan klaim pamajakan terbatas (Negara kedua dan
ketiga).
3.Ketentuan
dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan
Dalam ketentuan pemajakannya, sesuai
dengan kelaziman internasional UU PPh menganut pertalian pajak subjektif dan
objektif. Pertalian subjektif orang pribadi ditentukan berdasarkan :
- tempat tinggal (di Iindonesia ).
- kehadiran / keberadaan (di Indonesia, untuk lebih
dari 183 hari).
- atau niat untuk bertempat tinggal di indonesia.
Sementara itu, pertalian subjektif badan ditentukan berdasarkan :
- tempat pendirian (nasionalitas).
- Tempat kedudukan.
Dalam cakupan geografis pemajakannya, wajib pajak yang mempunyai pertalian
subjektif dengan indonesia (WPDN) dikenakan pajak per basis global (pemajakan
penuh). Di pihak lain pertalian pajak objektif orang pribadi dan badan WPLN
ditentukan berdasarkan (1) tempat aktivitas ekonomi (BUT) di indonesia, atau
(2) sumber penghasilan (berada di indonesia). WPLN, baik yang menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan melalui BUT di indonesia maupun yang (hanya) menerima
penghasilan dari sumber di indonesia, dikenakan pajak per basis teritorial
(pemajakan terbatas) yang terbatas atas penghasilan yang diperoleh dari wilayah
indonesia.
2.3 PENGHINDARAN
PAJAK BERGANDA INTERNASIONAL
a. Beberapa Pendekatan
Menyadari bahwa tambahan beban pajak
yang dapat menjurus ke over taxation berpotensi menghambat mobilitas dan laju
bisnis, perdagangan, investasi, sumber daya, barang dan jasa serta ekonomi
global, maka dunia perpajakan internasional mencoba melakukan beberapa
pendekatan untuk memperingan atau mengeliminasi PIB. Beberapa pendekatan,
adalah :
1.
Unilateral
(sepihak)
setiap
Negara yang mengenakan pajak atas penghasilan luar negeri yang diperoleh atau
diterima WPDNnya ialah dengan mencantumkan ketentuan penghindaran PBI dalam
undang-undang domestiknya. Misalnya dengan memberlakukan pemajakan teritorial
(membebaskan pemajakan atas penghasilan luar negeri), atau mengecualikan penghasilan
luar negeri dari WPDN pada umumnya memberikan keringanan atas pajak dimaksud.
2. Bilateral (antardua
negara)
Kedua negara terkait memberikan keringanan PBI berdasarkan
kesepakatan (persetujuan) antara kedua negara pemegang yuridiksi pemajakan.
Kesepakatan tersebut pada umumnya dirumuskan dalam suatu bentuk perjanjian
penghindaran pajak berganda (P3B) yang ditandatangani oleh pemerintah kedua
negara. (walaupun dalam praktik dapat terjadi penandatangan P3B adalah lembaga
swasta , misalnya P3B Indonesia – Taiwan yang ditandatangani oleh KADIN).
3. Multilateral (beberapa
negara secara serempak)
Melibatkan lebih dari dua negara. Secara regional
(misalnya negar-negara skandinavia), negara yang berada dalam satu kawasan
dapat menutup P3B secara bersama-sama. Karena merupakan kesepakatan bersama,
pemberian keringanan P3B dapat lebih bersifat harmonisasi (atau malahan
unifikasi) ketentuan perpajakan masing-masing negara terkait.
- Beberapa
metode penghindaran pajak berganda
Secara
tradisional terdapat beberapa metode penghindaran pajak berganda internasional,
diantaranya:
a.
Pembebasan
(exemption) / pengecualian (exclusion)
Metode ini berupaya untuk sepenuhnya mengeliminasi pajak
berganda internasional.
Metode
ini menghendaki suatu negara pemegang yuridiksi pemajakan sekunder (domisili)
untuk dengan rela melepaskan hak pemajakaannya sepertinya mengakui pemajakan
eksklusif di negara lain ( negara sumber ). Pembebasan eksemsi meliputi
pembebasan:
1. Subjek (subject exemption).
Umunya diberlakukan terhadap anggota
korps diplomatik, konsuler dan organisasi internasional. Para duta besar,
anggta korps diplomatik dan konsuler, yang sesuai dengan hukum internasional
mendapat privelege pemajakan. Mereka
hanya dikenakan pajak oleh Negara pengirimnya saja (sending state). Ketentuan pemberian privelege (hak istimewa) tersebut diikuti oleh (hampir) semua
Negara secara universal.
2. Objek (object, income exemption).
Lebih
dikenal dengan full exemtion without
progression, diberikan dengan mengeluarkan penghasilan luar negeri dari
basis pemajakan wajib pajak dalam negeri Negara tersebut. Kalau misalkan
seorang wajib pajak dalam negeri memperoleh penghasilan domestik sebesar RP 100
Miliar dan penghasilan luar negeri sebesar RP 50 Miliar, maka dalam basis
pemajakan negara residen hanya dihitung penghasilan kena pajak sebesar RP 100
miliar. Dengan demikian, penghasilan luar negeri dikenakan pajak
secara eksklusif di Negara sumber.
3. Pajak (tax exemption).
Dikenal dengan exemption with progression. Dalam metode ini ada prinsipnya
penghasilan luar negeri dibebaskan dari pajak domestik, namun untuk keperluan
perhitungan pajak dan penerapan tarif
pajak pengaruh progresi penghasilan luar negeri terhadap pengenaan pajak atas
penghasilan global dipertahankan. Apabila negara residen memberlakukan tarif
sepadan (proporsional/flat), maka pengaruh progresi tersebut adalah nihil. Progresi
akan berpengaruh positif atau menguntungkan wajib pajak apabila penghasilan
luar negeri negatif (rugi), karena kerugian tersebut dapat merupakan pengurang
basis perhitungan pajak atas penghasilan global.
Kalau, misalnya,wajib pajak A yang
bertempat kedudukan di negara P yang mengenakan pajak penghasilan dengan tarif
25 % mendapat penghasilan dari negara Q sebesar 100 yang telah dikenakan pajak
sebesar 30%, sedangkan peghasilan domestik adalah sebesar 200, pajak terutang
dihitung sebagai berikut :
Penghasilan domestik 200
Penghasilan luar negeri 100 +
Penghasilan global 300
Pajak terutang 25% 75
Eksemsi pajak
100 X 75 = 25
300
Pajak kurang dibayar 50
Dalam contoh tersebut, jumlah pajak
kurang bayar dibayar (tanpa memperhatikan pembayaran dan potongan / pungutan
pendahuluan) adalah sebesar 50 atau 25% dari penghasilan domestik. Berapa
jumlah pajak yang dibayar di luar negeri, dalam metode eksemsi pajak,kurang
relevan karna pemberian pembebasan pajak atas penghasilan luar negeri selalu
dihitung dengan menunjuk pada tarif domestik (25%) walaupun wajib pajak sudah
membayar lebih banyak (30%) atau kurang (misalnya 20%). Dalam pendekatan
eksemsi pajak, atas penghasilan luar negeri. Kalu, misalnya, dari operasi di
negara Q tersebur diperoleh kerugian sebesar 50 maka perhitungan pajaknya
adalah sebagai berikut :
Penghasilan domestik 200
Kerugian luar negeri (50)
Penghasilan global 150
Pajak terutang/kurang bayar
25% x 150 = 37,50
Dalam sistem pajak penghasilan
global, berbeda dengan pendekatan eksemsi objek, sebagai sisi lain
(konsejuensi) dari progresi penghasilan positif luar negeri atas penghasilan
dalam negeri pendekatan eksemsi pajak mengurungkan kerugian luar negeri pada penghasilan
domestik untuk menghitung penghasilan global. Dengan demikian, apabila kegiatan
di luar negeri mendapat kerugian, sebagai konsekuensi dari sistem pemajakan
global, kerugian tersebut sepertinya dapat mengurangi penghasilan kena pajak
domestik. Namun, secara berkesinambungan pengurangan tersebut harus
dipulihkan/diganti kembali pada periode berikutnya apabila diperoleh laba.
Kalau, dalam contoh tersebut, pada tahun berikutnya dari operasi di negara Q
didapat laba 150, di samping laba domestik 250, maka prhitungan pajak
terutangnya adalah sebagai berikut :
Penghasilan
domestik 250
Penghasilan
luar negeri 150 +
Penghasilan
global 400
Pajak
terutang
25% x 400 100
Eksemsi
pajak
Penghasilan
luar negeri 150
Perhitungan
rugi tahun lalu 50
Basis
perhutungan eksemsi 100
Eksemsi
pajak
100
x 100 = 25
400
Pajak
harus dibayar 75
pajak
harus dibayar sebesar 75 tersebut adalah sama dengan 25% dari penghasilan
domestik 250 dita,bah dengan penghasilan luar negeri sebagai “pemulihan” kerugian (loss recaptured) tahun lalu 50. Sehingga dengan demikian jumlah
penghasilan kena pajak efektif selama 2 tahun adalah 550 (200 – 50 + 250 +
150), atau kalau dihitung berdasar sumbernya adalah 200 + 250 + 150 – 50.
c.Kredit pajak
Berbeda
dengan metode eksemsi (yang mengeliminasi penghasilan luar negeridari basis
pengenaan atau pemajakan dengan memperhitungkan penghasilan terhadap
penghasilan income against income), metode kredit member keringanan atau
eliminasi pajak berganda internasional dengan cara mengkreditkan(mengurangkan)
pajak luar negeri terhadap pajak penghasilan global yang merupakan porsi
penghasilan luar negeri (tax against tax). Sementara metode eksemsi
mengasumsikan bahwa residen yang melakukan investasi atau bisnis maupun
kegiatan di luar negara hanya dikenakan pajak di negara lokasi tempat mengimpor
modal, bisnis atau kegiatan ( capital-import neutrality), metode kredit
mengasumsi bahwaresiden dimaksud (mengekspor modal , bisnis dan kegiatan )
harus diperlakukan sama dengan yang melakukan hal serupa di dalam negeri
(capital-eksport neutrality).
Berbagai varian dari metode dari kredit adalah
(1) kredit penuh (full credit), (2)
kredit terbatas (ordinary atau normal credit), (3) kredit fiktif (matching atau sparing credit).
- Metode kredit pajak
penuh, mengurangkan pajak yang terutang atau dibayar diluar negeri
sepenuhnya terhadap jarak domestik yang dialokasikan atas penghasilan
dimaksud. Misalnya wajib pajak A, yang bertempat kedudukan di negara K
yang mengenakan pajak dengan tarif 25% sebagai tambahan dari penghasilan
domestik sebesar 200, mendapat penghasilan dari negara L yang dibayar A
adalah 20.dalam menghitung pajak atas penghasilan global (300) di negara
K, pajak sebesar 20 tersebut dikreditkan sepenuhnya terhadap pajak global
(75). Dalam hal ini, karena tarif pajak negara K adalah lebih tinggi (25)
dari negara L (20%) maka atas penghasilan negara K adalah lebih tinggi
(25) dari negara L (20%) maka atas penghasilan dari negara L tersebut A
masih harus membayar pajak lagi (sebagai tambahan ) sebesar 5 (5% x 100).
Namun sebaliknya apabila L mengenakan pajak sebesar 35% maka akan
dikreditkan sebanyak 35.
- Metode kredit pajak
biasa memberikan keringanan pajak berganda internasional yang berupa
pengurangan pajak luar negeri atas pajak nasional yang dialokasikan pada
penghasilan luar negeri dengan batasan jumlah yang terendah antara (1)
pajak domestik yang dialokasikan kepada penghasilan luar negeri (batas
teoritis), (2) pajak yang sebenarnya terutang atau dibayar diluar negeri
(batasan faktual) atas penghasilan dimaksud yang termasuk dalam
penghasilan global. Kembali pada contoh kredit penuh pajak dimuka ,
apabila tarif pajak di negara L adalah 20% maka jumlah pajak sebesar 20
dimaksud dapat di kreditkan semuanya karena batasan maksimal 25 (25% x100) lebih tinggi dari batasan
faktual (20). Sebaliknya, dalam kasus tarif pajak di negara L adalah 35%
pajak luar negeri yang dapat dikreditkan adalah sebesar batas kredit
maksimal, yaitu 25 (walaupun yang sebenarnya dibayar adalah 35)
Sebagai contoh, wajib pajak
A yang bertempat kedudukan di negara K dengan tarif progresif (10% atas penghasilan sebesar 50 pertama ,
20% atas penghasilan sebesar 100
berikutnya, dan 30 % atas penghasilan selebihnya) pada suatu tahun
mendapat kerugian sebesar 50 dari negara L ( yang memungut pajak sebesar 25%),
sementara itu dari kegiatan domestik diperoleh laba 200. Dari data tersebut,
maka pajak terutang dari A dihitung berdasarkan penghasilan global sebesar 150
(200 dikurangi dengan kerugian mancanegara 50). Pada tahun berikutnya diperoleh
laba 100 dari operasi di negara L dan operasi domestik memperoleh penghasilan
250. Apabila negara K memberikan kredit pajak secara proporsional maka pajak A
yang terutang pada tahun tersebut dihitung sebagai berikut :
Penghasilan domestik 250
Penghasilan luar negeri 100 +
Penghasilan global 350
Pajak terutang :
10% x 50 = 5
20% x 100 = 20
30% x 200 = 60
85
Kredit
pajak luar negeri :
Penghasilan luar negeri 100
Kerugian tahun lalu 50
50
Kredit pajak maksimal
50/350 x 85 = 12
Pajak luar negeri yang dibayar
50 x 25% = 12,5
Kredit pajak yang diperkenankan 12
Pajak harus dibayar 73
dari contoh tersebut tampak
baha pajak di negara L sebesar 0,5 (12,5 – 12) merupakan kelebihan pajak luar
negeri (exces foreign tax) yang
nerdasarkan ketentuan domestik mungkin dapat di perhitungkan pada pajak tahun
mendatang (carry forward) atau dengan
pajak tahun sebelumnya ( carry backward) atau
dikurangkan pada penghasilan kena pajak. Sehubungan dengan kelebihan pajak luar
negeri tersebut, terdapat juga beberapa negara yang tidak memperbolehkan
perhitungan dengan pajak tahun mendatang atau tahun lalu maupun pengurangan ke
penghasilan (misalnya, indonesia)
apabila penghasilan luar
negeri diperoleh dari beberapa negara, maka kredit pajak dapat dihitung secara
bergabung (overall) atau tiap negara (per country ). Pemberian kredit
bergabung (overall) lebih
menguntungkan wajib pajak dengan di perbolehkannya kompensasi antaraa (1)
penghasilan positif dengan negatif, dan (2) tarif tinggi dengan tarif rendah
(sebelum dihitung jumlah maksimum pajak yang dapat dikreditkan). Misalnya,
wajib pajak C yang bertempat kedudukan di negara T (yang mengenakan pajak
sebesar 25%), selain penghasilan domestik sebesar 200, memperoleh penghasilan
sebesar 100 dari negara U (dengan tarif pajak 15%) dan sebesar 150 dari negara
V (dengan tarif pajak 30%). Penghitungan kredit pajak ddengan basis gabungan (over all basis) tampak sebagai berikut
:
penghasilan
domestik 200
penghasilan
luar negeri (100+150) 250
penghasilan
global 450
pajak
terutang
25% x 450 112,5
Kredit
pajak luar negeri:
Jumlah
maksimal
250 / 450 x 112,5 : 62,5
Jumlah yang sebenarnya dibayar
Negara
U = 15
Negara
V = 45 +
60
Jumlah
pajak yang dapat dikreditkan 60
Pajak
harus dibayar 52,5
Sementara
itu, apabila kredit pajak dihitung per negara tampak sebagai berikut :
Penghasilan
global 450
Pajak
terutang 112,5
Kredit
pajak luar negeri :
- Negara U
Maksimal kredit : 100 / 450 x 112,5 = 25
Pajak
yang dibayar =
15
Pajak
yang dapat dikreditkan = 15
- Negara V
Maksimal kredit : 150 / 450
x 112,5 = 37,5
Pajak yang dibayar = 45
Pajak yang dapat dikreditkan = 37,5
jumlah pajak yang dapat
dikreditkan 52,5
pajak harus dibayar 60
Dari kedua perhitungan
tersebut, tampak bahwa, sementara pajak harus dibayar pada metode gabungan
sebesar 52,5, pada metode gabungan sebesar 52,5, pada metode per negara
menunjukan jumlah lebih besar 7,5. Dengan demikian, dari segi budget (penerimaan
negara), metode kredit pajak biasa per negara dapat memberikan peneriman yang
lebih banyak dari metode gabungan karena adanya eliminasi kompensasi
penghasilan dan tarif (horizontal). Amun, apabila, misalnya, dari operasi di negara
U diperoleh kerugian maka wajib pajak akan merasa diuntungkan dengan batasan
per negara karena pegkreditan pajak dari negara V tidak terhalang oleh kerugian
dari negara U.
Apabila penghasilan dari
luar negeri diperoleh dari beberapa sumber, batasan dapat ditentukan per sumber
(source-limitation).
Selanjutnya,seperti yang berlaku di Amerika Serikat, terdapat gabungan dari
metode dalam satu metode keranjang (basket-limitation)
yang merupakan kombinasi antara metode overall
dan sumber dengan memperhatikan kategori penghasilan dan tarif pajak yang
berlaku di negara luar tempat sumber penghasilan.
Sehubung dngan penghasilan
dari anak perusahaan luar negeri, yang berupa dividen, selain kredit atas pajak
dari deviden (kredit langsung: direct tax
credit) dapat pula diberikan kredit
atas pajak dari laba anak perusahaan yang terkait dengan dividen tersebut (inddirect tax credit). Misalnya, badan
A yang bertempat kedudukan di negara P ( dengan tarif pajak 25%) selain
memperoleh penghasilan domestik 200 juga menerima dividen dari badan B yang
bertempat kedudukan di negara Q (dengan tarif pajak badan 20% dan potongan
pajak deviden 10%) dari laba setelah pajak sebesar 80. Perhitungan pajak
terutang tampak sebagai berikut :
Penghasilan
domestik 200
Penghasilan
luar negeri :
Deviden
neto 36
Potongan
pajak 4
40
Alokasi
pph badan 40 / 80 x 20 10
Penghasilan
luar negeri bruto 50
Penghasilaan
global 250
Pajak
terutang (25%) 62,5
Kredit pajak luar negeri:
Jumlah maksimal 50 / 250 x 62,5: 12,5
Jumlah yang dibayar
Pph
badan 10
Potongan
atas deviden 4
14
Jumlah dikreditkan 12,5
Pajak harus dibayar 50
Dalam
contoh tersebut, indirect-foreign tax
credit sebesar 10 langsung digross-up
dengan penghasilan dividen sebesar 40 (bruto) dan memberikan angka
penghasilan sebesar 50. Penghasilan tersebut merupakan separuh dari penghasilan
kena pajak badan luar negeri dimaksud.
- Metode kredit pajak
fiktif diberikan oleh negara tempat kedudukan investor terhadap pajak yang
seharusnya dikenankan oleh negara sumber apabila seandainya negara sumber
tersebut tidak membebaskan pajak dimaksud berdasarkan ketentuan untuk
merangsang perbaikan iklim investasi. Misalnya, negara Q sesuai dengan
ketentuan domestik berhak memotong pajak atas dividen sebesar 15%.
Berdasarkan ketentuan penanaman modal negara Q membebaskan pajak atas
dividen tersebut. Karena tidak ada pajak dividen yang dibayar di negara Q,
maka negara tempat kedudukan investor sesuai dengan ketentuan umum
domestiknya tidak dapat memberikan kredit pajak atas pajak yang dibaayar
di luar negeri kepada investor WPDN dimaksud. Akibatnya ialah bahwa
walaupun investor tersebut tidak dikenakan pajak oleh negara sumber (Q)
namun ia tetap harus membayar (sejumlah yang sama ) pada negara tempat
kedudukan .
- Metode lainnya
Beberapa metode yang
dikaitkan dengan pajak antara lain (1) pembagian pajak (tax sharing) antara negara domisili dan sumber , (2) pembagian hak
pemajakan (division of taxing power) dengan
penentuan tarif pajak maksimum atas penghasilan yang diperoleh WPLN yang dapat
dipungut oleh negara sumber, (3) keringanan tarif (reductio of the rate) terhadap pengahasilan luar negeri yang harus
diberikan oleh negara domisili, (4) pengurangan pajak (reduction pf the tax ) dengan suatu jumlah tertentu (persentase)
dari penghasilan luar negeri, dan (5) pemajakan dengan jumlah tetap (lumpsum atau forfait taxation).
sementara itu, beberapa
metode keringanan PBI yang dihubungkan dengan penghasilan termasuk (1)
klasifikasi (atribusi, divisi, atau distribusi) penghasilan sesuai dengan
kategori tertentu untuk menentukan pemajakan antara negara sumbr dan domisili,
(2) pengurangan pajak luar negeri dari penghasilan kena pajak dan (3)
pengurangan penghasilan luar negeri dengan suatu jumlah tertentu.
2.4 IMPLIKASI PENGHINDARAN
PAJAK BERGANDA
Pemberian keringan dalam bentuk pembebasan ,
baik objek maupun pajak, dapat dieliminasi secara tuntas PBI pemajakan hanyaa
dilakuka oleh satu negara saja,yaitu dnegara sumber. Dalam rangka meningkatkan
penerimaan ajak dari penghasilan mancanegara , negara domisili dapat menerapkan
kebijakan pengurangan pajak atas penghaasilan luar negeri atau keringanan tarif
pajak. Pengurangan pajak luar negeri atas penghasilan luar negeri di dasarkan
atas pendekatan netralitas penerimaan karena brapapun tarif pajak di negara
sumber, negara domisili tetap memperoleh bagian penerimaan sepenuhnya sebesar
tarif domestik dari penghasilan luar negeri setelah pajak. Pendekatan tax
deduction dengan memberikan penguraangan pajak pada penghasilan memberikan
pembagian penerimaan antara negara domisili dengan WPDN (investor ) dengan proporsi yang sama sebesar tarif pajak.
Metode pengurangan tarif
pajak memberikan keringanan PBI hanya dengan memberlakukan tarif pajak yang
lebih rendah dari tarif pajak atas penghasilan domestik kepada penghasila luar
negeri yang telah dikenakan pajak di negara sumber. Kalau misalnya atas
penghasilan domestik dikenakan pajak se besar 25% atas penghasilan luar negeri
dapat dikenakan pajak dengan tarif 10%. Kedua metode tersebut dapat menghambat
minat investasi ke mancanegara terutama apabila beban pajak di sana sudah cukup
tinggi. Namun hal demikian secara statuter tidak akan mengurangi niat baik
negara sumber untuk memberikan keringanan pajak dalam rangka ,emarik investasi.